About Me

header ads

Jeritan Bumi Yang Terluka




Oleh :Dimas Yusuf Saputra


Dulu kau hijau, lebat, dan megah,

Burung-burung bernyanyi di dahan merdu.

Kini tinggal puing, tanahmu gersang,

Ditebang, dibakar, demi sesuap nasi yang salah.


Siapa yang mendengar jeritmu?

Ketika gergaji menderu, mesin menggigit,

Akar-akar ternganga seperti luka,

Tak lagi kuat menahan eratnya bumi.


Sungai pun menangis keruh,

Membawa racun, bukan lagi kehidupan.

Ikan-ikan mati tanpa suara,

Terperangkap dalam lumpur kehancuran.


Langitmu yang dulu biru,

Kini tersaput asap dan dusta.

Manusia mengejar emas dan tahta,

Tapi lupa, udara bersih adalah harga.


Oh, alam yang terluka,

Kau tetap memberi meski terus dikhianati.

Berapa lama lagi kau bertahan?

Sebelum akhirnya kau membisu selamanya?


Mereka bilang, "Ini untuk kemajuan,"

Tapi mengapa kemajuan harus menghancurkan?

Gunung-gunung dikeruk sampai tandus,

Laut-laut dikotori, karang pun hancur.


Kau lihatkah anak cucu di masa depan?

Mereka akan mewarisi debu dan penyesalan.

Tak ada lagi kicau burung di pagi hari,

Hanya deru mesin yang tak kenal ampun.


Alam bukan warisan, ia titipan,

Tapi kita tega menjualnya demi keuntungan.

Hutan-hutan diganti beton menjulang,

Tapi di balik itu, jiwa kita semakin kelam.


Jika nanti bumi tak lagi ramah,

Ke mana kita akan lari?

Uang tak bisa membeli udara bersih,

Keserakahan hanya akan membunuh pelan-pelan.


Mari berhenti sebelum terlambat,

Dengarkan rintik hujan yang mulai asing.

Alam bukan musuh, ia sahabat,

Yang kini menangis dalam kesepian.


Posting Komentar

1 Komentar