Latar
belakang pembentukan PMII
Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) lahir karena menjadi suatu kebutuhan dalam
menjawab tantangan zaman. Berdirinya organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia bermula dengan adanya hasrat kuat para mahasiswa NU untuk mendirikan
organisasi mahasiswa yang berideologi Ahlusssunnah wal Jama'ah. Dibawah ini
adalah beberapa hal yang dapat dikatakan sebagai penyebab berdirinya PMII:
1. Carut
marutnya situasi politik bangsa indonesia dalam kurun waktu 1950-1959.
2. Tidak
menentunya sistem pemerintahan dan perundang-undangan yang ada.
3. Pisahnya
NU dari Masyumi.
Hal-hal
tersebut diatas menimbulkan kegelisahan dan keinginan yang kuat dikalangan
intelektual-intelektual muda NU untuk mendirikan organisasi sendiri sebagai
wahana penyaluran aspirasi dan pengembangan potensi mahasiswa-mahsiswa yang
berkultur NU. Disamping itu juga ada hasrat yang kuat dari kalangan mahsiswa NU
untuk mendirikan organisasi mahasiswa yang berideologi Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Organisasi-organisasi
pendahulu
Di
Jakarta pada bulan Desember 1955, berdirilah Ikatan Mahasiswa Nahdlatul Ulama
(IMANU) yang dipelopori oleh Wa'il Harits Sugianto.Sedangkan di Surakarta
berdiri KMNU (Keluarga Mahasiswa Nahdhatul Ulama) yang dipelopori oleh Mustahal
Ahmad. Namun keberadaan kedua organisasi mahasiswa tersebut tidak direstui
bahkan ditentang oleh Pimpinan Pusat IPNU dan PBNU dengan alasan IPNU baru saja
berdiri dua tahun sebelumnya yakni tanggal 24 Februari 1954 di Semarang. IPNU
punya kekhawatiran jika IMANU dan KMNU akan memperlemah eksistensi IPNU.
Gagasan
pendirian organisasi mahasiswa NU muncul kembali pada Muktamar II IPNU di
Pekalongan (1-5 Januari 1957). Gagasan ini pun kembali ditentang karena
dianggap akan menjadi pesaing bagi IPNU. Sebagai langkah kompromis atas
pertentangan tersebut, maka pada muktamar III IPNU di Cirebon (27-31 Desember
1958) dibentuk Departemen Perguruan Tinggi IPNU yang diketuai oleh Isma'il
Makki (Yogyakarta). Namun dalam perjalanannya antara IPNU dan Departemen PT-nya
selalu terjadi ketimpangan dalam pelaksanaan program organisasi. Hal ini
disebabkan oleh perbedaan cara pandang yang diterapkan oleh mahasiswa dan
dengan pelajar yang menjadi pimpinan pusat IPNU. Disamping itu para mahasiswa pun
tidak bebas dalam melakukan sikap politik karena selalu diawasi oleh PP IPNU.
Oleh
karena itu gagasan legalisasi organisasi mahasiswa NU senantisa muncul dan
mencapai puncaknya pada konferensi besar (KONBES) IPNU I di Kaliurang pada
tanggal 14-17 Maret 1960. Dari forum ini kemudian kemudian muncul keputusan
perlunya mendirikan organisasi mahasiswa NU secara khusus di perguruan tinggi.
Selain merumuskan pendirian organ mahasiswa, KONBES Kaliurang juga menghasilkan
keputusan penunjukan tim perumus pendirian organisasi yang terdiri dari 13
tokoh mahasiswa NU. Mereka adalah:
1. Khalid
Mawardi (Jakarta)
2. M.
Said Budairy (Jakarta)
3. M.
Sobich Ubaid (Jakarta)
4. Makmun
Syukri (Bandung)
5. Hilman
(Bandung)
6. Ismail
Makki (Yogyakarta)
7. Munsif
Nakhrowi (Yogyakarta)
8. Nuril
Huda Suaidi (Surakarta)
9. Laily
Mansyur (Surakarta)
10. Abd.
Wahhab Jaelani (Semarang)
11. Hizbulloh
Huda (Surabaya)
12. M.
Kholid Narbuko (Malang)
13. Ahmad
Hussein (Makassar)
Keputusan lainnya adalah
tiga mahasiswa yaitu Hizbulloh Huda, M. Said Budairy, dan Makmun Syukri untuk
sowan ke Ketua Umum PBNU kala itu, KH. Idham Kholid
Deklarasi
Pada
tanggal 14-16 April 1960 diadakan musyawarah mahasiswa NU yang bertempat di
Sekolah Mu’amalat NU Wonokromo, Surabaya. Peserta musyawarah adalah perwakilan
mahasiswa NU dari Jakarta, Bandung, Semarang, Surakarta, Yogyakarta, Malang,
Surabaya, dan Makassar, serta perwakilan senat Perguruan Tinggi yang bernaung
dibawah NU. Pada saat tu diperdebatkan nama organisasi yang akan didirikan.
Dari Yogyakarta mengusulkan nama Himpunan atau Perhimpunan Mahasiswa Sunny.
Dari Bandung dan Surakarta mengusulkan nama PMII. Selanjutnya nama PMII yang
menjadi kesepakatan. Namun kemudian kembali dipersoalkan kepanjangan dari ‘P’
apakah perhimpunan atau persatuan. Akhirnya disepakati huruf "P"
merupakan singkatan dari Pergerakan sehingga PMII menjadi “Pergerakan Mahasiswa
Islam Indonesia”. Musyawarah juga menghasilkan susunan Anggaran Dasar/Anggaran
Rumah Tangga organisasi serta memilih dan menetapkan sahabat Mahbub Djunaidi
sebagai ketua umum, M. Khalid Mawardi sebagai wakil ketua, dan M. Said Budairy
sebagai sekretaris umum. Ketiga orang tersebut diberi amanat dan wewenang untuk
menyusun kelengkapan kepengurusan PB PMII. Adapun PMII dideklarasikan secara
resmi pada tanggal 17 April 1960 masehi atau bertepatan dengan tanggal 17
Syawwal 1379 Hijriyah.SEMUA itu berkat IPNU
Independensi
PMII
Pada
awal berdirinya PMII sepenuhnya berada di bawah naungan NU. PMII terikat dengan
segala garis kebijaksanaan organisasi induknya, NU. PMII merupakan perpanjangan
tangan NU, baik secara struktural maupun fungsional. Selanjuttnya sejak
dasawarsa 70-an, ketika rezim neo-fasis Orde Baru mulai mengkerdilkan fungsi
partai politik, sekaligus juga penyederhanaan partai politik secara kuantitas,
dan issue back to campus serta organisasi- organisasi profesi kepemudaan mulai
diperkenalkan melalui kebijakan NKK/BKK, maka PMII menuntut adanya pemikiran
realistis. 14 Juli 1971 melalui Mubes di Murnajati, PMII mencanangkan
independensi, terlepas dari organisasi manapun (terkenal dengan Deklarasi
Murnajati). Kemudian pada kongres tahun 1973 di Ciloto, Jawa Barat,
diwujudkanlah Manifest Independensi PMII.
Namun,
betapapun PMII mandiri, ideologi PMII tidak lepas dari faham Ahlussunnah wal
Jamaah yang merupakan ciri khas NU. Ini berarti secara kultural-ideologis,
PMII dengan NU tidak bisa dilepaskan. Ahlussunnah wal Jamaah merupakan benang
merah antara PMII dengan NU. Dengan Aswaja PMII membedakan diri dengan
organisasi lain.
Keterpisahan
PMII dari NU pada perkembangan terakhir ini lebih tampak hanya secara
organisatoris formal saja. Sebab kenyataannya, keterpautan moral, kesamaan
background, pada hakekat keduanya susah untuk direnggangkan.
0 Komentar