About Me

header ads

Masa Demokrasi Liberal : Jatuh Bangunnya Kabinet di Pengaruhi Kepentingan Partai?

Sumber : Kompas.com

Penulis : Mohamad Iqbal Ramadani

Masa Demokrasi Liberal di Indonesia (1950–1959) adalah masa ketika bangsa ini mencoba menerapkan sistem parlementer dalam berdemokrasi. Dalam sistem ini, kekuasaan eksekutif dipegang oleh perdana menteri dan kabinet yang dibentuk berdasarkan dukungan mayoritas di parlemen. Presiden hanya berperan sebagai kepala negara yang sifatnya simbolik, sementara kekuasaan nyata berada di tangan parlemen dan partai-partai yang menguasainya. Oleh karena itu, keberlangsungan pemerintahan sangat bergantung pada kesepakatan dan stabilitas di antara partai politik. Dalam praktiknya, partai-partai memiliki pengaruh besar karena mereka bisa menentukan jatuh bangunnya kabinet melalui dukungan atau penarikan dukungan politik. Secara teori, sistem ini memberi ruang bagi demokrasi berjalan dengan baik, karena melibatkan banyak suara dan membuka ruang partisipasi. Namun dalam praktiknya, banyaknya partai politik justru membuat pemerintahan menjadi tidak stabil. 

Pada masa itu, terdapat puluhan partai politik yang duduk di parlemen, dan semuanya memiliki kepentingan serta ideologi yang berbeda-beda. Sutrisno dan Rahardjo (2017) juga menunjukkan bahwa perbedaan ideologi yang tajam, seperti antara nasionalis, Islamis, dan sosialis, memperkeruh suasana politik. Semua ideologi ideologi ini saling bertentangan dan sukar untuk bersatu. bahkan sangking tajamnya perbedaan antar ideologi, dewan konstituante yang di bentuk untuk menyusun UUD yang baru akhirnya mencapai kegagalan. Nurhadi (2015) menyebutkan bahwa sulit membangun kerja sama di antara partai-partai tersebut karena masing-masing lebih sibuk mengejar kepentingan sendiri. Partai-partai dengan mudah menarik dukungan dari kabinet jika ada kebijakan yang dianggap tidak sesuai dengan kepentingan mereka. Mosi tidak percaya pun menjadi senjata yang sering digunakan untuk menjatuhkan kabinet. Wibowo (2013) mencatat bahwa dalam sembilan tahun masa Demokrasi Liberal, terjadi tujuh kali pergantian kabinet. Ini jelas bukan angka yang wajar untuk sebuah negara yang sedang membangun. Menurut penulis, hal ini menunjukkan kegagalan kolektif partai politik dalam menjalankan demokrasi secara sehat. Seharusnya perbedaan dapat dikelola, bukan dijadikan alat untuk saling menjatuhkan. Hal tersebut menjadi bukti bahwa elite politik saat itu belum memiliki semangat kebangsaan yang kuat. Mereka lebih mengutamakan kekuasaan dibanding memperjuangkan nasib rakyat secara kolektif.

Akhir dari ketidakstabilan ini adalah keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 oleh Soekarno. Dengan dekrit ini, sistem parlementer dibubarkan dan Indonesia kembali ke UUD 1945. Sejak saat itu, Indonesia memasuki masa Demokrasi Terpimpin yang lebih terpusat pada kekuasaan presiden. Dalam pandangan penulis, meskipun langkah ini dianggap “darurat”, hal tersebut menunjukkan kegagalan elite politik dalam menjaga jalannya demokrasi yang sehat dan stabil. Penulis menyimpulkan bahwa demokrasi tidak cukup hanya ditopang oleh sistem, tetapi juga sangat bergantung pada kedewasaan politik para pelakunya.

Melihat kondisi masa itu, penulis berpendapat bahwa sistem parlementer dengan banyak partai (multipartai) memang sulit dijalankan jika tidak disertai dengan budaya politik yang matang dan kesadaran kolektif untuk mengutamakan kepentingan nasional. Terlalu banyak partai dengan agenda sendiri-sendiri justru membuat pemerintahan tidak efektif. Sistem parlementer bisa saja berhasil di negara-negara yang hanya memiliki dua atau tiga partai besar dan tradisi politik yang kuat. Namun dalam konteks Indonesia saat itu, sistem ini justru memperparah instabilitas politik. Maka, bukan sistemnya yang sepenuhnya salah, melainkan para pelaku politiknya yang belum siap menjalankannya secara dewasa dan bertanggung jawab.

Daftar Pustaka:

  • Nurhadi, H. (2015). Pengaruh Partai Politik terhadap Ketidakstabilan Kabinet pada Masa Demokrasi Liberal di Indonesia. Jurnal Ilmu Politik, 8(2), 145-162.
  • Sutrisno, B., & Rahardjo, S. (2017). Dinamika Kabinet dan Peran Partai Politik pada Masa Demokrasi Liberal. Jurnal Studi Politik Indonesia, 12(1), 89-107.
  • Wibowo, A. (2013). Mekanisme Politik Partai dalam Menjatuhkan Kabinet: Analisis pada Masa Demokrasi Liberal. Jurnal Politik dan Pemerintahan, 6(3), 77-95.

 

Posting Komentar

0 Komentar