Oleh Hima Zahriyyatul Farchah
Hembusan angin kencang membawa dedaunan kering yang jatuh dari dahannya menjauh dari si pohon. Suara gemercik air mengalir dari hulu ke hilir sungai, tampak dengan jelas berbagai jenis ikan dan makhluk air lainnya karna air sungai yang jernih. Perpaduan suara gemercik air dan gesekan ranting pohon karena hembusan angin membuat hutan tersebut terasa damai.
Tak lupa dengan kicauan Burung Beo yang selalu mengiringi setiap kepakan sayapnya membawa pergi tubuhnya yang indah. Hampir seluruh penghuni hutan merasakan kekagumannya kepada sang Beo yang begitu indah serta kicauannya yang memukau.
"Hutan adalah nafas kita. Tempat hidup jutaan makhluk, penjaga air, dan penyejuk bumi. Tapi kini, hutan menjerit. Dan hanya satu yang bisa menyelamatkannya: kita--bersatu! Tak peduli siapa kita, dari mana asal kita. Selama kita bergerak bersama, hutan punya harapan. Ayo tanam, jaga, dan lindungi! Karena ketika kita bersatu, hutan kuat. Dan saat hutan kuat, masa depan pun selamat. Bersatu jaga hutan. Bersatu selamatkan kehidupan!" ucap Beo dengan lantang.
Beo memang dikenal pandai berbicara. Kata-katanya berapi-api, suaranya memikat, dan ia selalu terlihat paling menonjol dalam setiap pertemuan hutan. Namun, selepas suaranya menghilang di antara dedaunan, ia kembali bertengger--menikmati angin, tanpa turun tangan membantu.
Di balik keramaian itu, seekor Semut kecil berjalan menyusuri akar-akar pepohonan. Ia tak pernah terdengar bersuara, tapi langkah kecilnya konsisten. Ia mengangkat potongan daun berkali-kali lebih besar dari tubuhnya. Ia membantu teman-temannya yang terluka. Ia membangun sarang yang kuat, dan mempersiapkan persediaan makanan bagi koloninya, bahkan bagi makhluk hutan lain yang mungkin membutuhkan.
Hari berganti, musim kemarau datang. Sungai mengering, pohon-pohon meranggas, dan makanan menjadi langka. Para hewan mulai panik. Burung Beo kembali mengumpulkan semua penghuni hutan.
“Ini bencana! Kita harus bertindak cepat! Seandainya saja rencana-rencanaku dulu dijalankan…”
Tapi lagi-lagi, tak ada yang benar-benar ia lakukan. Ia hanya bicara, menunjuk, dan mengeluh.
Sementara itu, koloni Semut diam-diam muncul membawa potongan makanan dari bawah tanah. Mereka membuka lumbung kecil untuk dibagikan pada hewan-hewan yang lapar. Mereka menunjukkan jalur ke tempat perlindungan yang telah mereka bangun sejak jauh hari.
Para hewan tertegun. Mereka baru sadar siapa yang benar-benar bergerak selama ini.
Seekor Rusa tua melangkah maju, menatap Burung Beo lalu menoleh pada Semut.
“Kata-kata indah bisa menggetarkan hati,” katanya perlahan. “Tapi langkah-langkah kecil yang penuh ketulusanlah yang mengubah dunia. Hewan hebat bukanlah yang banyak bicara, tapi yang terus bergerak dan memberi makna.”
Sejak hari itu, suara Beo tak lagi menjadi pusat perhatian. Hutan lebih tenang. Dan dari dasar tanah, jejak-jejak kecil Semut terus menghidupkan harapan.
∘˚˳°。☆__Tamat__☆。°˳˚∘
0 Komentar