Dari Sufyan al-Tsauri Nabi Muhammad SAW Bersabda:“…Sesungguhnya Bani Israil itu terpecah menjadi tujuh puluh dua aliran, dan umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga aliran. Semua aliran itu akan masuk neraka, kecuali satu. Para sahabat bertanya: “Siapakah satu aliran itu ya Rasulallah? (mereka itu adalah aliran yang mengikuti) apa yang aku lakukan dan para sahabatku. (H.R Al-Tirmidzi)
Membicarakan
mengenai Ahlussunnah wal jama’ah sesunggguhnya tidak akan terlepas dari hadist
diatas, yang menyebutkan bahwa islam akan terpecah menjadi 73 golongan dan yang
akan selamat hanya golongan yang mengikuti nabi serta para sahabatnya. Dari hal
tersebut banyak kelompok yang kemudian mengaku sebagai golongan ini.
Salah
satu kelompok (ormas) yang menyatakan diri sebagai golongan ASWAJA adalah
Nahdlatul Ulama’ yang mana dalam qaunun asasinya menyatakan bahwa ASWAJA yang
disintesiskan oleh NU adalah pada bidang Aqidah mengikuti pemikiran-pemikiran aqidah
yang dikembangkan oleh Abu Hasan al-‘Asy’ari
dan Abu Mansur al-Maturidi. Pada bidang Fiqh, mengikuti model pemikiran
dan metode istinbat hukum yang dikembangkan empat imam madzhab (aimmat al-
madzahib al-arba’ah) yaitu madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali.
Sedangkan dibidang Tasawwuf mengikuti model yang dikembangkan oleh Abu Hamid
al-Ghazali dan Al-Juwaini al-Baghdadi.
Dalam
perkembangannya ASWAJA yang dianut oleh NU memiliki karakteristik tersendiri
yang dalam Musyawarah Nasional di Surabaya tahun 2006 telah ditetapkan sebagai
berikut:
1. Fikrah tawassuthiyyah (pola pikir moderat),
artinya Nahdlatul Ulama senantiasa bersikap tawazun (seimbang ) dan i’tidal
(moderat) dalam menyikapi berbagai persoalan. Nahdlatul Ulama tidak tafrith
atau ifrath.
2. Fikrah tasamuhiyah (pola pikir toleran),
artinya Nahdlatul Ulama dapat hidup berdampingan secara damai dengan pihak lain
walaupun aqidah, cara pikir, dan budayanya berbeda.
3. Fikrah Ishlahiyyah (pola pikir reformatif),
artinya Nahdlatul Ulama senantiasa mengupayakan perbaikan menuju ke arah yang
lebih baik (al-ishlah ila ma huwa al-ashlah).
4. Fikrah tathowwuriyah (pola pikir dinamis),
artinya Nahdlatul Ulama senantiasa melakukan kontekstualisasi dalam merespon
berbagai persoalan.
5. Fikrah manhajiyah (pola pikir metodologis),
artinya Nahdlatul Ulama senantiasa menggunakan kerangka berpikir yang mengacu
kepada manhaj yang telah ditetapkan oleh Nahdlatul Ulama.
Pemahaman terhadap konsep Ahlus
Sunnah wal Jama’ah yang terumuskan diatas sangat penting bagi masyarakat ASWAJA,
tak terkecuali pada para kader-kader pemuda yang mana metode berpikir (manhajul
- fikri) dan metode pergerakan (manhajul haraki) dari para kader harus merujuk
kepada konsep dan semangat Aswaja tersebut.
Sebagai seorang kader ASWAJA yang baik,
selayaknya kita dapat memahami intisari ASWAJA yang diformulasi oleh para
Ulama’-Ulama’ terdahulu yaitu ASWAJA adalah yang mengutamakan prinsip at-Tawazun
(keseimbangan), at-Tasamuh (toleran), at-Tawasuth (moderat), I’tidal (adil),
dan amar makruf nahi mungkar dalam setiap kegiatannya atau dalam sebutannya
ASWAJA adalah Asal wajar-wajar saja, yang mana ASWAJA selalu menempatkan diri
pada posisi tengah, dan selalu dapat bersikap toleran. Dalam implementasinya
nilai-nilai itu dapat berupa seperti ini:
1.
Nilai Kemoderatan
(Tawassuth)
Tawassuth bisa dimaknai
sebagai berdiri di tengah, moderat, tidak ekstrim, dan memiliki sikap dan
pendirian yang teguh dalam menghadapi posisi dilematis antara yang liberal dan
konserfatif, kanan dan kiri dengan berdasar pada garis-garis tuntunan Al-quran
dan As-sunnah . Maka seharusnya kader-kader ASWAJA tidak terlalu liberal dalam
pemikiran.
2.
Nilai Toleransi
(Tasamuh)
Tasamuh adalah sikap toleran,
Sebuah pola sikap yang menghargai perbedaan, tidak memaksakan kehendak dan
merasa benar sendiri. Semua tidak harus seragam. Arah dari nilai toleransi ini
adalah kesadaran akan pluralisme atau keragaman, baik itu dalam beragama,
budaya, keyakinan, dan setiap dimensi kehidupan yang harusnya saling melengkapi.
Sebagaimana konsep binneka tunggal ika (berbeda-beda tapi tetap satu) dan ayat
Al-Quran yang berbunyi “lakum dinukum wal-yadin” (bagimu agamamu, bagiku
agamaku) serta semboyan “Lana a’maluna walakum a’amalukum (Bagimu amalanmu dan
bagiku amalanku) yang dengan perbedaan ini kita mendapat rahmat, hidup kita
lebih variatif.
3.
Nilai Keseimbangan
(Tawazun)
Tawazun
berarti keseimbangan dalam pola
hubungan, baik yang bersifat antar individu, antar struktur
sosial, antara Negara dan rakyatnya, maupun antara manusia dan alam.
Keseimbangan di sini merupakan bentuk dari hubungan
yang tidak berat sebelah (menguntungkan pihak tertentu dan merugikan pihak yang
lain). Tetapi, masing-masing pihak mampu menempatkan dirinya sesuai dengan
fungsinya tanpa mengganggu fungsi dari pihak yang lain. Hasil yang diharapkan
adalah terciptanya kedinamisan hidup.
Dalam
ranah sosial yang ditekankan adalah egalitarianisme (persamaan derajat) seluruh
umat manusia. Tidak ada yang merasa lebih dari yang lain, yang membedakan
hanyalah tingkat ketakwaannya. Tidak ada dominasi dan eksploitasi seseorang
kepada orang lain, termasuk laki-laki terhadap perempuan.
Dalam
wilayah politik, tawazun meniscayakan keseimbangan antara posisi Negara
(penguasa) dan rakyat. Penguasa tidak boleh bertindak sewenang-wenang, menutup
kran demokrasi, dan menindas rakyatnya. Sedangkan rakyat harus selalu mematuhi
segala peraturan yang ditujukan untuk kepentingan bersama, tetapi juga
senantiasa mengontrol dan mengawasi jalannya pemerintahan.
4.
Nilai
Keadilan (I’tidal )
Yang dimaksud dengan I’tidal disini adalah keadilan,
yang merupakan pola integral dari tawassuth, tasamuh, dan tawazun. Dengan
adanya keseimbangan, toleran, dan moderat maka akan mengarah pada sebuah nilai
keadilan yang merupakan ajaran universal Aswaja. Setiap pemikiran, sikap dan
relasi, harus selalu diselaraskan dengan nilai ini. Sesuai dengan apa yang Nabi
Muhammad serta para sahabatnya contohkan di masa lalu, dimana setiap kebijakan
yang ditetapkan pada masyarakat di masa lalu selalu mencerminkan sikap
keadilan, sehingga dapat tercipta masyarakat yang madani secara fisik maupun
moral.
0 Komentar