KENANGAN: MENGENANG atau DIKENANG
Oleh: M. Ridwan Saidi
Biruni Voice tema refleksi Sumpah Pemuda era milineal serta memperingati 90 tahun Sumpah Pemuda |
Pemuda masa kini
sangat berbeda dengan pemuda masa lalu, walaupun ada keterkaitan di dalamnya (jika
tidak ada pemuda masa lalu, maka tidak akan ada pemuda masa kini). Namun banyak
pemuda yang sudah melupakan sejarah, mereka bilang sejarah itu kuno, tidak
berkembang, bukan zamannya, gagal move on,
bahkan menjadi Tuhan dadakan – seperti mengatakan Pancasila dan UUD NRI 1945
itu banyak menimbulkan mudhorot – dan lain sebagainya. Hingga akhirnya, dengan
pikiran yang sangat mudah, dangkal, dan sange,
pemuda pengikut mukidi lebih memilih pemerintah yang harus berlandaskan
khilafah Islamiyah, supaya semuanya kembali kepada Al-Qur’an dan hadits yang
menurut mereka (secara tak sadar) memahami mushaf dengan sebatas tekstual.
Tentu ini akan menjadi degradasi Pemuda/i sebagai tonggak estafet eksistensi
negara.
Ada satu kisah
dalam peristiwa bersejarah di negeri Nusantara ini, yaitu Sumpah Pemuda. Jika
kita pahami isi 3 (tiga) butir sumpah yang diucapkan pada 28 Oktober 1928,
"pertama, mengakoe bertoempah
darah jang satoe, tanah Indonesia, kedua,
mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia dan ketiga, mendjoejidjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia ",
maka perlu kita ambil intisari dari perilaku kita saat ini, yakni menumbuhkan kecintaan
dan rasa memiliki Indonesia yang perlu dimanifestasikan dari waktu ke waktu.
Tentu semua itu bertujuan untuk mewujudkan Indonesia yang lebih baik, maju, dan
terus berkembang hingga mampu bersaing dengan bangsa lain, tidak terjajah lagi.
Jadi (seharusnya) peringatan-peringatan hari besar nasional tidak hanya
dikenang lewat kegiatan seremonial saja, lalu bangga karena libur sekolah atau
libur kerja.
Memperingati
hari Sumpah Pemuda berarti mengingat kembali perjuangan para muda-mudi
terdahulu yang dikemas dengan nama Kongres Pemuda II (28 Oktober 1928). Sejak
dulu sudah ada organisasi pemuda, dan sejak itu juga sudah ada Perhimpunan
Pelajar Pelajar Indoneisa (PPPI). Kongres yang dihadiri oleh wakil
organisasi kepemudaan seperti: Jong Java, Jong Batak, Jong, Celebes, Jong
Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond, Jong Ambon, dsb serta pengamat dari
pemuda tiong hoa seperti Kwee Thiam Hong, John Lauw Tjoan Hok, Oey Kay Siang
dan Tjoi Djien Kwie itu bertujuan untuk melakukan sumpah – yang saat ini
tercantum dalam tiga butir isi Sumpah Pemuda tadi – guna memperjuangkan bangsa
ini. Banyak opini yang dilontarkan saat kongres berlangsung selama 3 hari itu, hari
pertama membahas suatu keinginan untuk bersatu atau melahirkan persatuan, jika
kita bersatu akan muncul suatu kekuatan tersendiri untuk merdeka. yang kedua
yakni tentang pendidikan, dimana setiap anak yang lahir harus mendapatkan
pendidikan dengan konsep kemanusiaan dan kebangsaan, baik itu di lingkungan
keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Hal ini bertujuan agar anak menjadi
manusia yang cerdas dan disiplin dalam segala hal. Yang terakhir adalah
membahas tentang rasa cinta tanah air dengan menanamkan prinsip nasionalisme
dan demokrasi.
Peristiwa itu
sudah terjadi 90 tahun yang lalu, namun dampak yang diberikan sangat terasa
hingga sekarang. Banyak sekali manfaat yang dapat kita ambil dari peristiwa
Sumpah Pemuda, namun apakah kita sudah memaknai isi Sumpah Pemuda itu? Apakah
kita (sebagai pemuda) sudah merencanakan dan menerapkan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara ini? Tentu itu akan menjadi pertanyaan yang harus
dijawab oleh masing-masing dari kita. Bahkan sebagian pemuda sudah
merealisasikannya.
Terkait kenangan
bangsa yang sangat monumental ini, perlukah kita untuk tetap terus
mengenangnya? Saya rasa, akan lebih baik jika pemuda zaman milineal seperti
sekarang untuk mengenangnya melalui diskusi dan refleksi atau yang sejenisnya guna
memaknai sumpah pemuda yang pernah terjadi pada negeri dengan kekayaan SDA ini,
selanjutnya tidak berhenti disana, melainkan kita lakukan kegiatan-kegiatan
yang bermanfaat lainnya, minimal untuk diri sendiri, keluarga, sahabat, bangsa,
dan negara yang multikultural ini. Harus!
Hari ini adalah
hari yang berbeda dari kemarin-kemarin, dulu tidak ada media menarik seperti
medsos sekarang, sangat pantas jika pemuda zaman sekarang ini dikatakan sebagai
pemuda zaman medsos (media sosial). Hampir setengah hidup pemuda di Kota Malang
dalam setiap harinya adalah memperkosa PSK (Pintarnya Smartphone Kini). Kadang kita hanya bisa memberikan sedikit waktu
istirahat pada PSK tadi saat sudah lemas dan lunglai tenaganya, lalu lupa untuk
membawa charge. Atau mungkin
sebaliknya, kita-lah yang hanya diberikan sedikit waktu istirahat oleh sesosok
PSK? Memang tidak bisa dipungkiri, setengah hidup dari pemuda zaman medsos ini
adalah hidup bersama PSK. Namun perlu untuk diingat – kalau perlu dicatat –
bahwa Smartphone belum tentu membuat
pemiliknya menjadi smart, jika tidak
menghasilkan manfaat kebaikan dalam dirinya.
Karena
pergeseran, perubahan, dan perkembangan zaman yang begitu cepat seperti
sekarang ini, bisakah kita sebagai pemuda untuk mengikuti jejak para pendiri
dan pejuang negara kita dulu? Lalu sampai sekarang selalu ada – menjadi program
tahunan resmi – suatu (ke)harus(an) untuk mengenangnya dan memperingatinya.
Banyak sekali pertanyaan yang timbul dalam pikiran, sampai-sampai kita bingung
dan lupa untuk menjawabnya. Optimalisasi penggunaan PSK itu tadi sebenarnya
bisa membuat diri kita lebih bermanfaat dari hari kemarin, jika itu terus
istiqomah memanfaatkannya dengan baik. Sampai kita bisa menghasilkan
karya-karya yang tidak menyimpang dari nilai-nilai Pancasila, ikut menjaga
kelestarian dan kekayaan kekayaan alam (segi geografis), serta membawa
kemaslahatan bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Akhir dari
sebuah dongeng Cak Saidi di atas hanya akan memunculkan beberapa pertanyaan
dalam diri, bahwa kita hidup itu tidak akan pernah lepas dari kenangan. Lalu
ingin menjadi pribadi yang seperti apakah kita dari hasil kenangan tadi? Apakah
kita menjadi pribadi yang ingin selalu mengenang peristiwa? Ataukah mungkin
ingin menjadi pribadi yang dikenang sebagai peristiwa karena telah memberi
manfaat? Saya rasa itu adalah sebuah pilihan jawaban subjektif yang harus
dijalankan oleh masing-masing kita sebagai pemuda/i, bukan malah justru
ditinggalkan. Pemuda itu harus peka dalam situasi dan kondisi bangsa saat ini
yang minim rasa toleransi. Selamat hari Sumpah Pemuda yang ke-90, Bangun
Pemuda, Satukan Indonesia!
0 Komentar