Oleh; Rifki dan Newreal
Abstract
Boarder area has
been the main focus in term of keeping the defence and safety of the country
since the first independent day of Indonesia was declared. Recently in 2015,
Asean Economic Community (AEC) Which allows all economic sectors to pass freely
to any countries in South East Asia will be done. This AEC had been approved in
ASEAN summit held in Bali on October 2003 by 10 countries in South East Asia
Involved in ASEAN. However, the biggest
challenge faced by Indonesia is on the boarder area which becomes the access of
any economic activities. Because of that reason, the lack of infrastructure
provided and industrial area in that area become the main factor which should
be cocerned because without the internal
strength through the equality of the independent resources and infrastructure
development in Indonesia, the domination other countries is likely occured.
Keywords: Integrated
Industrial, equitable, development, border areas.
Abstrak
Sejak Indonesia
merdeka sampai sekarang daerah perbatasan menjadi sorotan utama dalam menjaga
ketahanan dan keamanan Negara. Terlebih tahun 2015 Masyarakat ekonomi Asean (MEA) akan
diberlakukan. kegiatan Perekonomian dari berbagai sektor bebas keluar masuk
lintas Negara di Asia Tenggara. 10 negara di Asia Tenggara telah bergabung dan
menyepakati terbentuknya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) melalui Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bali pada bulan oktober 2003. Hambatan terbesar Indonesia
dalam menghadapi MEA relatif ada pada daerah perbatasan yang menjadi akses
keluar masuknya berbagai kegiatan perekonomian. Kurangnya Infrastruktur yang
memadai dan kawasan industri di daerah perbatasan menjadi faktor
utama yang harus diatasi. Tanpa adanya penguatan secara Internal melalui pengelolaan
Sumber daya secara mandiri oleh Indonesia dengan pemerataan dan pembangunan,
dominasi Negara lain akan terbentuk.
Kata kunci: Integrated Industrial, Pemerataan,
Pembagunan, Daerah Perbatasan
Pendahuluan
Indonesia
merupakan negara kepulauan
yang terbesar dengan ±17.504 pulau dimilikinya. Sebagai
negara kepulauan menjadi sebuah keuntungan dan kelebihan tersendiri tetapi
tidak menuntup kemungkinan kelemahan juga dimiliki. Permasalahan tersebut adalah
terdapat pada daerah perbatasan yang kurang mendapatkan pemerataan dan
pembangunan secara industri dan infrastruktur. Permasalahan daerah perbatasan khususnya
disepanjang garis tepi darat Indonesia dengan negera lain rata-rata adalah pada
rendahnya aksesibility, terbatasnya sarana prasarana baik dalam aspek kesehatan
atau perekonomian, rendahnya kualitas sumber daya manusia, dan belum optimalnya
pembangunan dikawasan perbatasan.[1] Permasalahan
tersebut merupakan masalah klasik dan pasti ada dalam setiap negara, khususnya
pada negara kepulauan yang mempunyai tantangan kesejahteraan dan mobilitas
sangat tinggi.
Realitasnya di daerah Entikong secara infrastruktur khususnya pada jalan
raya yang masih 40 persen dari jalan paralel perbatasan Republik Indonesia
dengan Malaysia sepanjang 1.900 KM.[2] Hal tersebut adalah salah satu contoh permasalahan yang ada
di perbatasan Republik Indonesia, mengingat tidak hanya satu negara yang
berbatasan langsung dengan Indonesia tetapi tiga negara untuk batas darat yaitu
Malaysia, Papua New Guinea, dan Timor Leste. Sedangkan laut sebanyak 10 negara yang
berbatasan langsung dengan Negara Indonesia.[3]
Seiring dengan akan diberlakukannya MEA pada awal tahun ini tekanan arus keluar
masuknya proses perekonomian negara lain secara kuantitas banyak terjadi di
laut dan pelabuhan. Akan tetapi perbatasan daratan perlu di kelola dan diatur
sedemikian baik agar tekanan luar minim.
Terkait dengan kesepakatan mengenai MEA oleh negara-negara ASEAN pada KKT Kuala
Lumpur, Malaysia bulan Desember 1997 yang kemudian dilanjutkan pada KTT Bali,
Indonesia bulan Oktober 2003 terdapat 10 negara yang bergabung yaitu Brunei
Darussalam, Filipina, Indonesia, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Singapura,
Thailand, dan Vietnam. Masyarakat ekonomi Asean (MEA) diberlakukan pada awal
tahun 2016. Indonesia perlu memperbaiki kondisi internal dan mempersiapkan
menghadapi MEA terlebih melalui daerah perbatasan. Potensi perbatasan darat Republik
Indonesia sangatlah banyak perlunya pengelolaan dan pemanfaatan sesuai amanat
uudnri pasal 33 ayat 3 yang berbunyi “bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya
untuk kemakmuran rakyat” dapat terwujud. Jika tidak ada pengelolaan secara
mandiri oleh indonesia, tentu laju ekonomi akan merosot.
Negara yang tergabung dalam MEA dan berbatasan langsung secara darat oleh
Indonesia adalah Malaysia. Secara administrasi, Indonesia-Malaysia berbatasan
dipulau kalimantan meliputi dua provinsi yaitu kalimantan barat dan timur.
Sedangkan batas geografisnya pulau kalimantan berbatasan dengan negara malaysia
bagian sabah dan serawak memiliki panjang 1.885,3 KM.[4]
selain itu berdasar pada perjanjian lintas batas Indonesia-Malaysia tahun 2006
disepakati 18 pintu batas Melihat posisi Indonesia secara menempati posisi 121
dari 185 negara dalam Indeks Pembangunan Manusia dan tertinggal dibawah dari
negara Malaysia dengan peringkat 64.[5]
Sehingga sudah terlihat kualitas pembangunan manusia Indonesia jauh dibawah
Malaysia. Oleh karenanya konsep pemusatan industri bagi wilayah perbatasan
khususnya Indonesia-Malaysia menjadi hal terpenting, selain dapat memajukan
masyarakat sekitar karena adanya pengembangan ketrampilan dan ketenaga kerjaan,
ekonomi, dan pengelolan Sumber daya alam dapat terkontrol langsung oleh negara
Indonesia.
Konsep
pembaharuan dan pengendalian dalam proses menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean
(MEA) dipandang perlu, terlebih pada banyak sekali dampak negatif yang terjadi
jika secara internal Negara belum berjalan dan segala keperluan infrastrutur
dan industri mandiri belum memadai untuk menunjang masyarakatnya. Sehingga
diperlukan arah dan reorganisasi tata kelola daerah perbatasan. Beberapa
rumusan masalah yang relevan diajukan dalam karya tulis ini, sebagai berikut:
1) bagaimana kondisi ekonomi dan perindustrian yang terdapat di daerah
perbatasan Indonesia?; 2) bagaimana implikasi konsep integrated industrial terhadap
pemerataan dan pembangunan daerah perbatasan Indonesia?; 3) bagaimana implikasi
konsep integrated industrial dengan peraturan yang ada di Indonesia?.
Tujuan dan Maksud disusunnya karya tulis ini adalah untuk: 1) mengetahui
kondisi ekonomi dan perindustrian yang terdapat di daerah perbatasan Indonesia;
2) Mengetahui implikasi konsep integrated industrial terhadap pemerataan
dan pembangunan daerah perbatasan Indonesia; 3) mengetahui mengetahui implikasi
konsep integrated industrial dengan peraturan yang ada di Indonesia. Adapun
kegunaan dari karya tulis ini adalah: 1) sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah pusat dalam memutuskan
kebijakan untuk menghadapi MEA sekaligus dalam untuk pembangunan daerah
perbatasan; 2) sebagai masukan bagi masyarakat diluar daerah perbatasan agar
sadar dan memiliki empati dalam membantu masyarakat di daerah perbatasan; 3)
sebagai bahan referensi bagi peneliti yang berminat dalam pengembangan karya
tulis ini; 4) sebagai sarana pengembangan bakat dan minat bagi kaum akademisi
untuk menuangkan gagasan dan ide mengenai karya ini.
Kondisi Wilayah
Perbatasan Indonesia
Wilayah
perbatasan menjadi gerbang suatu negara untuk melakukan lintas batas berbagai sektor khususnya ekonomi oleh
negara lain. Sehubungan dengan diberlakukannya MEA Indonesia harus mampu dan
siap menghadapinya. Mengingat secara perekonomian Indonesia tergolong Miskin,
sudah seharusnya dan mampu untuk memanfaatkanya agar kemajuan ekonomi tercapai.
Akan tetapi perlu melihat dari aspek geografis Indonesia sebagai negara kepulauan
yang harus berusaha membenahi daerah-daerah yang rawan dan belum mendapatkan
pembangunan Infrastruktur yang memadai khususnya industri sebagai penunjang
kemajuan ekonomi. Berikut adalah gambar kondisi daerah perbatasan dikawasan
pulau Kalimantan secara geografis dan infrastrukturnya yaitu:
Gambar diambil
dari http://google.com
Dari gambar diatas dapat dilihat dengan jelas
kondisi secara batas negara Indonesia dari satelit yang berhimpitan langsung
secara darat dengan malaysia. Selain itu kondisi infrastruktur yang belum
memadai dan tidak layak digunakan sebagai jalur lalu lintas atau lintas batas
negara. Sedangkan secara umum wilayah perbatasan Indonesia dari daftar pulau
terluar sebagai berikut:[6]
No.
|
Nama Pulau
|
Kabupaten/
Kota
|
Provinsi
|
Negara yang berbatasan
|
1
|
P. Rondo
|
Sabang
|
NAD
|
India
|
2
|
P. Berhala
|
Deli Serdang
|
Sumatera Utara
|
Malaysia
|
3
|
P. Nipah
|
Batam
|
Riau
|
Singapura
|
4
|
P. Sekatung
|
Natuna
|
Riau
|
Vietnam
|
5
|
Kepulauan Anambas
|
Natuna
|
Riau
|
Malaysia
|
6
|
P. Sebatik
|
Nunukan
|
Kalimantan
Timur
|
Malaysia
|
7
|
P. Marore
|
Sangihe
|
Sulawesi Utara
|
Philipina
|
8
|
P. Miangas
|
Talaud
|
Sulawesi Utara
|
Philipina
|
9
|
P. Fani
|
Sorong
|
Papua
|
Palau
|
10
|
P. Fanildo
|
Biak
|
Papua
|
Palau
|
11
|
P. Asubutun
|
MTB
|
Maluku Tenggara
|
Australia
|
12
|
P. Batek
|
Kupang
|
NTT
|
Timor-Timur
|
13
|
P. Wetar
|
MTB
|
Maluku Tenggara
|
Timor-Timur
|
Berdasarkan tabel daftar perbatasan Indonesia dari pulau
terluar tersebut, dapat dilihat bahwa negara Indonesia memiliki 13 pulau yang
berbatasan langsung dengan negara lain, selain keamanan dan pertahanan kondisi
sosial ekonomi perlu dibangun. Mengacu hasil sebuah analisis yang menyatakan
bahwa pada umumnya studi tentang pengelolaan kawasan perbatasan teridentifikasi
tiga isu maslah yang disoroti meliputi: 1) masalah penetapan garis batas atau
alokasi, dellmitasi (laut), dan demakrasi (darat), 2) masalah keamanan kawasan
perbatasan, dan 3) masalah administration atau pengembangan kawasan
perbatasan.[7] Dari pernyataan tersebut
masalah pertama yang dipaparkan mengenai garis batas negara, dimana menjadi
faktor penyebab kesatuan secara wilayah dan kestabilan ekonomi dapat terganggu
jika potensi daerah kurang dikelola dengan baik. Terlebih tidak sedikit
perbatasan negara yang masih belum ada perjanjian batas, berikut adalah data
status batas ZEE antara RI dengan negara lain,[8]
yaitu:
Tabel. Status batas ZEE antara
negara Indonesia dengan Negara Lain
No
|
Batas Zona
Eksklusif Ekonomi (ZEE)
|
Status
|
Keterangan
|
1
|
RI–Malaysia
|
Belum disepakati
|
Belum ada perjanjian batas
|
2
|
RI–Vietnam
|
Telah disepakati
|
Kesepakatan di tingkat teknis, menunggu
proses ratifikasi
|
3
|
RI–Fillipina
|
Belum disepakati
|
Belum ada perjanjian batas
|
4
|
RI–Palau
|
Belum disepakati
|
Belum ada perjanjian batas
|
5
|
RI–PNG
|
Belum disepakati
|
Tidak ada batas laut
|
6
|
RI–Timor Leste
|
Belum disepakati
|
Belum ada perjanjian batas
|
7
|
RI–India
|
Belum disepakati
|
Belum ada perjanjian batas
|
8
|
RI–Singapura
|
Belum disepakati
|
Belum ada perjanjian batas
|
9
|
RI-Thailand
|
Belum disepakati
|
Belum ada
perjanjian batas
|
10
|
RI–Australia
|
Telah disepakati
|
ZEE di Samudera Hindia, Lauta Arafura, dan Laut Timor
|
Tabel. Status batas laut teritorial Indonesia
No
|
Batas Laut
Teritorial (BLT)
|
Status
|
Keterangan
|
1
|
RI – Malaysia
|
Telah disepakati
|
Disepakati dalam perjanjian Indonesia-Malaysia Tahun 1970
|
2
|
RI–Singapura (disebagian
Selat Singapura)
|
Telah disepakati
|
Disepakati dalam perjanjian
Indonesia-Singapura Tahun 1973
|
3
|
RI – PNG
|
Telah disepakati
|
Disepakati dalam Perjanjian Indonesia-PNG
Tahun 1980
|
4
|
RI – Timor Leste
|
Belum disepakati
|
Perlu ditentukan garis-garis pangkal kepulauan di Pulau Leti,
Kisar, Wetar. Liran. Alor, Pantar, hingga Pulau Vatek, dan titik dasar sekutu
di Pulau Timor
|
5
|
RI-Malaysia-Singapura
|
Belum disepakati
|
Perlu perundingan bersama (tri-partid)
|
Tabel. Status Batas Landas Kontinen antara RI
dengan negara tetangga
No
|
Batas Landas
Kontinen (BLK)
|
Status
|
Keterangan
|
1
|
RI – India
|
Telah disepakati
|
10 titik BLK di Lauta Andaman berikut
koordinatnya disepakati berdasarkan
perjanjian pada tahun 1974 dan 1977
|
2
|
RI – Thailand
|
Telah disepakati
|
Titik-titik BLK di selat Malaka maupun Laut Andaman disepakati berdasarkan
perjanjian pada tahun 1977
|
3
|
RI – Malaysia
|
Telah disepakati
|
10 titik BLK di Selat Malaka dan 15 titik
di Laut Natuna disepakati berdasarkan perjanjian pada tahun 1969
|
4
|
RI – Australia
|
Telah disepakati
|
Titik-titik BLK di Laut Arafura dan laut Timor ditetapkan melalui Keppres pada
Tahun 1971 dan 1972
Titik-titik BLK di Samudera Hindia dan di
sekitar Pulau Christmas telah disepakati berdasarkan perjanjian pada tahun
1997.
|
5
|
RI – Vietnam
|
Belum disepakati
|
Dalam proses negosiasi
|
6
|
RI – Filipina
|
Belum disepakati
|
Dalam proses negosiasi
|
7
|
RI – Palau
|
Belum disepakati
|
Belum ada proses perundingan
|
8
|
RI – Timor Leste
|
Belum disepakati
|
Belum ada proses perundingan
|
Dari
tabel diatas sudah sangat jelas terlihat bahwa dalam proses penetapan garis
batas antar negara sejauh ini sebagian besar belum mencapai kesepakatan yang final. Hal tersebut dikarenakan masih lemahnya pengawasan,
pengamanan, dan belum tersedianya semua perlengkapan yang dibutuhkan di wilayah
perbatasan untuk memperkuat kasatuan wilayah dan pemerataan daerah. Data
tersebut sebagai acuan perlu adanya penguatan wilayah dengan upaya yang
konkret. Secara umum potensi didaerah perbatasn relatif banyak yang bisa
dimanfaatkan sebagai contoh kalimantan yang kaya dengan sawit, batu bara dan
hasil tambang lain. Namun secara pengolahan belum memadai sebab pengolahannya
masih sederhana belum ada industri besar yang terpusat sebagai icon di daerah
perbatasan Indonesia dan memiliki daya saing tinggi saat negara lain masuk
dengan berbagai perekonomiannya. Oleh karena itu pertahanan dan keamanan, serta
kesejahteraan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja yang memadai bagi
masyarakat sangat diperlukan dan infrastruktur sebagai jalur mobilitas arus
baarang dan jasa juga perlu dibenahi.
Kesiapan
Masyarakat Perbatasan dalam Menghadapi
MEA
Masyarakat perbatasan sebagai masyarakat yang mempunyai hubungan
paling dekat dengan Negara lain tentu saja harus mempunyai pemikiran, tatanan
dan struktur sosial yang mapan. Daerah perbatasan yang secara langsung berhadapan dengan negara lain yang tergabung dalam MEA
tentu harus memiliki kesiapan yang lebih. Khususnya pada daerah kalimantan
Indonesia yang berbatasan darat langsung dengan negara Malaysia. Secara umum
persiapan masyarakatnya dalam menghadapi MEA masih kurang. Realitasnya dapat
dilihat di Indonesia dalam aspek pendidikan sebanyak 1,8 juta anak tiap
tahunnya dapat melanjutkan pendidikan.[9]
Asumsi terbesar penyumbang hal tersebut adalah anak-anak yang berada daerah
perbatasan. Penyebabnya adalah faktor ekonomi yang mengakar pada pekerjaan dan
lapangan kerja. Jika digambar dalam diagram sebagai berikut
Dari hal tersebut upaya yang sesuai harus dapat mengatasi semua akar pokok
penyebab hal tersebut terjadi. Sebuah konsep yang mampu mengatasi kurangnya
lapangan kerja, dan sekaligus dapat menjadi pusat perekonomian. Semua
permasalahan ada pada Manusia sebagai penggerak semua roda kehidupan ekonomi.
perlunya fasilitas yang dapat digunakan untuk percepatan peningkatan kualitas
adalah 1) Pemerintah memfasilitasi tempat pelatihan kerja dan tempat pelatihan
kemampuan lainnya seperti penelitian, pengembangan teknologi, inovasi dll., 2) Memberikan
tenaga pengajar atau tenaga pelatihan yang berkualitas, 3) Membangun kerja sama
pelatihan dengan Negara lainnya, dan memberikan fasilitas beasiswa menambah
ilmu diluar negeri, 4) Memfasilitasi secara fisik seperti penyediaan dana untuk
kelangsungan peningkatan kualitas SDM.[10]
Dari fasiltas tersebut
jika telah dilaksanakan dengan baik maka potensi SDM akan meningkat. Akan
tetapi selain meningkat SDM yang harus dilakukan dalam prosesnya juga diadakan
sosialisasi mengenai MEA, mengingat sebagian besar pemahaman mengenai MEA itu
tidak ada.[11]
Kebijakan sosialisasi mengenai MEA sangat mendukung percepatan pemahaman kepada
masyarakat luas, sehingga masyarakat luas dapat mempersiapkan secara lebih
matang dalam menghadapi tantangan Masyarakat Ekonomi Asean. Dalam fasilitas
percepatan diatas menjadi wujud pembangunan manusia secara ketrampilan. Akan
tetapi perlu adanya wadah praktik trampil yaitu industri yang dijadikan sebagai
pemerataan dan penguatan ekonomi masyarakat.
Implikasi pelaksanaan Integrated industrial Consept dengan PBPNPP Nomor 1 Tahun 2015
Berdasarkan peraturan badan nasional pengelolaan perbatasan nomor 1 tahun 2015 tentang Rencana induk pengelolaan perbatasan
Negara tahun 2015—2019. Terdapat beberapa rencana yang berkaitan erat dengan pembangunan perbatasan negara utamanya dalam menghadapi MEA. Permasalahan tersebut seperti
yang tersebut dalam pasal 2 huruf
d, e, dan f PBNPP Nomor 1 Tahun 2015 yang berbunyi; “d) peningkatan penyediaan kawasan infrastruktur kawasan perbatasan; e) penataan ruang kawasan perbatasan; f) pengembangan/ pertumbuhan ekonomi kawasan perbatasan”.
Ditinjau dari beberapa rencana tersebut pemerintah memiliki berbagai tantangan dalam implementasi UU
tersebut, pada rencana yang
tersebut pemerintah mempunyai kendala dari segi geografis wilayah perbatasan,
dikarenakan pada beberapa wilayah perbatasan terdapat zona yang sulit untuk dilalui sehingga akan menghambat rencana pemerintah dalam merealisasikan rencana penyediaan infrastruktur tersebut, selain itu keadaan geografis wilayah juga menjadi tantangan dalam merealisasikan penataan ruang kawasan perbatasan.
Dalam pengembangan ekonomi perbatasan terdapat dua masalah pokok yang
menjadi hal yang perlu dibenahi yaitu masalah SDA dan Infrastruktur,
pada masalah SDA
yaitu masih rendahnya tingkat pendidikan masyarakat di
kawasan perbatasan sehingga pola pikir yang
terbentuk dalam masyarakat belum mampu menjadi tumpuan bagi berkembangnya ekonomi di
wilayah perbatasan.
Konsep integrated industrial mengembangkan pola penyatuan
industry di kawasan perbatasan, sehingga industry akan lebih dipusatkan kepada daerah di
wilayah perbatasan, hal tersebut tidak lepas dari potensi yang
dimiliki oleh perbatasan itu sendiri, jika potensi tersebut langsung dikelola di daerah tersebut selain memberikan efek yang bagus terhadap pengelolaan sumber daya tersebut, juga akan lebih membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat di
sekitar perbatasan tersebut maupun di
Indonesia. Terdapat dua komponen yang
ditekankan dalam konsep integrated
industrial: 1) Pemerataan dan pembangunan SDM
maupun SDA di semua lingkup wilayah perbatasan. 2) Tata kelola pembangunan
industri mengedepankan wawasan kelingkungan sesuai dengan amanat dari UUD NRI tahun
1945 pasal 33.
Hubungan antara peraturan badan nasional pengelolaan perbatasan nomor 1 th. 2015
tentang rencana induk pengelolaan perbatasan
Negara tahun 2015-2019 dengan konsep Integretad Industrial yaitu dimaksudkan untuk mewujudkan amanat sebagaimana tertuang dalam UUD NRI Nomor 33 dimana Negara harus mempunyai kekuasaan terhadap semua sumberdaya yang ada demi kemakmuran rakyat
Indonesia seluruhnya.
Kesimpulan
Realitas daerah perbatasan darat di Indonesia pada kawasan Entikog
Indonesia dengan Malaysia, sangat kurang dalam pemerataan dan pembanguan.
Infrastruktur berupa jalan raya sebagai landasan lintas arus negara masih belum
sepenuhnya layak. Selain itu sarana prasarana terutama dalam aspek pendidikan
dan kesehatan masih minim. Kawasan industri yang mampu menciptakan lahan
pekerjaan bagi masyarakat perbatasan dan untuk menjaminnya pengelolaan sumber
daya alam secara mandiri belum sepenuhnya ada.
Konsep integrated Industrial sebagai Konsep pemersatuan atau penyatuan kawasan industri didaerah
perbatasan dengan pemerataan dalam sarana prasarana dan pembangunan
inrastruktur dan industri. Pengelolaan sumber daya alam yang ada dikelola
mandiri oleh masyarakat sekitar dengan pengembangan berbasis industri. Konsep
ini memadukan antara pembanguan infrastruktur sebagai penunjang dan pemusatan
atau pemersatu Industri untuk daerah perbatasan dengan memperhatikan sumber
daya alam yang ada. Sehingga pengelolaannya secara mandiri dapat dilakukan demi
kesejahteraan masyarakat khususnya yang hidup didaerah perbatasan.
Saran
Pemerintah pusat harus mampu menerapkan konsep intregated industrial ini
didaerah perbatasan. Untuk mencapai kesejahteraan masyarakat perbatasan
sekaligus sebagi solusi konkret dalam menghadapi MEA. Tanpa adanya dukungan dan
penetapan kebijakan dari pusat wilayah perbatasan yang memilki potensi besar
baik secara sumber daya alam dan sumber daya manusia akan dapat didominasi
negara lain saat pelaksanaan MEA. Selain itu pemerintah daerah diperbatasan dan
masyarakat harus membantu pemerintah pusat dalam mengimplementasikan konsep
ini. Pemusatan dan penyatuan kawasan Industri yang tetap berwawasan pada lingkungan
dan pengeloaan sumber daya alam yang baik menjadi hal utama yang dijunjung
dalam konsep ini. sehingga perlu adanya keterkaitan dan penerapan fungsi saling
mengawasi dan menjaga dibutuhkan untuk mencapai tujuan dari adanya konsep ini
untuk memerakan dan membangun daerah perbatasan sekaligus langkah nyata dalam
menghadapi MEA.
Tinjauan Pustaka
Darwant, herry. 2003. Strategi dan model
pengembangan wilayah perbatasan
kalimantan. Bappenas. Hal 4—6
Firdaus ay, dkk.2013.penerapan
“acceleration to improve the quality of human
resources” denganpengetahuan,pengembangan, dan persaingan
sebagai langkah dalam mengoptimalkan daya saing indonesia di mea 2015.Edisi
ke-2. economics
development analysis journal.
Firdaus ay,dkk. 2013. Penerapan “acceleration
to improve the quality of human
resource” dengan pengetahuan, pengembangan, dan persainagn sebagai langkah dalam
mengoptimalkan daya saing indonesia di mea 2015. edisi
ke-2. Jurnal economic development analysi.
Http://bppd.kaltimprov.go.id. 2010. Sekilas
wilayah perbatasan. Diakses pada
3 april 2016
Http://www.wilayahperbatasan.com. 2016.
Membangun infrastruktur, demi
nasionalisme dan keunggulan ekonomi. Diakses pada 5 april 2016
Moeldoko. 2012. Kompleks pengelolaan perbatasan:
tinjauan dar perspektif
kebijakan pengelolaan perbatasan indonesia. Jurnal
pertahanan edisi ke-1.
Universitas pertahanan indonesia: jakarta
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
[1] http://bppd.kaltimprov.go.id. 2010. Sekilas
Wilayah Perbatasan. Diakses pada 3 April 2016
[2] http://www.wilayahperbatasan.com.
2016. Membangun Infrastruktur, Demi Nasionalisme dan Keunggulan Ekonomi.
Diakses pada 5 April 2016
[3] Sepuluh negara dilintas
batas laut meliputi India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam,
Filipina, Republik Palau, Australia,
Timor Leste, dan Papua Nugini.
[4] Darwant, Herry. 2003.
Strategi dan model pengembangan wilayah perbatasan kalimantan. Bappenas. Hal
4—6
[5] Hal tersebut selaras
dengan pernyataan sekretaris direktorat jendral perguruan tinggi Dr. Ir.
Patdono Suwignjo, meter. Eng, Sc di Jakarta, dalam laporan paling baru acara
pembangunan PBB tahun 2003
[7] Moeldoko. 2012. Kompleks pengelolaan perbatasan:
tinjauan dar perspektif kebijakan pengelolaan perbatasan Indonesia. Jurnal
Pertahanan edisi ke-1. Universitas pertahanan Indonesia: Jakarta
[10] Firdaus AY,dkk. 2013. Penerapan
“acceleration to improve the quality of human resource” dengan
pengetahuan, pengembangan, dan persainagn sebagai langkah dalam mengoptimalkan
daya saing indonesia di MEA 2015. Jurnal Economic development analysis, Edisi
ke-2. Hal 158
[11] Hasil survei dengan
metode wawancara kepada masyarakat dengan jumlah responden secara acak 30
orang. pinggiran di Kabupaten Malang yaitu dampit yang menyatakan tidak
mengetahui MEA.
0 Komentar