K
|
ampus, sebuah tempat dimana mahasiswa memperoleh ilmu.
Bukan ilmu yang bersifat akademik saja, akan tetapi ilmu tentang kehidupanpun bias didapatkan di tempat yang namanya kampus.Pada hakekatnya, mahasiswa merupakan agen perubahan bagi masyarakat disekitarnya dan agen
control bagi pemerintah. Tetapi hal ini tidak berlaku di Universitas Negeri Malang (UM).
Salah satu PTN ternama di kota Malang ini merupakan kampus yang bias dikatakan telah gagal mendidik mahasiswanya.
Dikampus UM hanya diajarkan bagaimana kita menjadi mahasiswa yang akademik saja, mahasiswa
yang hanya peduli pada tugasnya akademiknya saja dengan melupakan tugas sebagai agen perubahan serta agen
control. Aku pun tidak begitu memahami sejara gamblang terkat hal ini. Saya hanya melihat dari kegiatan ormawa yang ada di
kampus UM. Dari semua kegiatan ormawa membuktikan dengan adanya 27 organisasi mahasiswa ditingkatan jurusan,
14 organisasi mahasiswa ditingkatan fakultas dan
2 organisasi ditingkatan uiversitas yang total
keseluruhannya ada 43 organisasi kemahasiswaan.
Dari
43 organisasi tersebut tak satu pun
yang pernah mengawal kebijakan dari pemerintah pusat atau pun pemerintah daerah, bahkan yang lebih parah lagi kebijakan dari kampus
pun tidak pernah mereka kritisi. Hal ini disebabkan oleh kampus UM sudah dikonsep sedemikian rupa supaya buta terhadap kebijakan kampus ataupun kebijakan pemerintah. Issue-issue nasional pun mereka tidak pernah mengerti.
Yang mereka tau hanya issue tentang selebritis
yang tidak jelas
arahnya dan saya pikir tidak menunjang bagi perkuliahannya atapun kehidupannya
nanti. Padahal hampir semua personil ormawa merupakan mahasiswa yang aktif
dalam kegiatan organisasi mahasiswa ekstra kampus. Yang menjadi pertanyaan
sekarang adalah apakah mahasiswa yang didelegasikan oleh organnya untuk masuk
dalam ormawa merupakan produk gagal dari organnya?. Pastinya tidak, tidak
mungkin nrgan akan mendelegasikan kadernya secara asal-asalan. Kader yang ecek-ecek. Berarati ormawa UM ini memang
bukanlah tempat yang kondusif bagi mereka. Tapi mengapa ormawa tempat yang
sudah tidak layak lagi untuk berproses menjadi bahan rebutan semua organ?
Apakah hanya alasan untuk menjaring anggota baru? Apakah hanya mencari
eksistensi belaka? Banyak pertanyaan yang belum terjawab.
UM hanya mencetak mahasiswa apatis,
mahasiswa yang hanya sebagai robot, robot
yang diseting untuk menurut pada majikannya. Mahasiswa yang tak pernah
peduli terhadap lingkungannya dan juga negaranya. Tak satupun kegiatan dari ormawa
yang mengarah pada pemerintah ataupun masyarakat. Kegiatan yang mereka anggap kepedulian paling hanya baksos, dan itupun menurut saya belum bias mengena. Bagaimana tidak, mereka hanya baksos ketempat itu-itu saja.
Wilayah Malang Raya saja yang mereka tuju. Itupun wilayah yang sering
dijadikan lokasi baksos.
Padahal ketika mau untuk membuka mata, banyak daerah-daerah di Malang Raya
yang memang membutuhkan bantuan. Kadang saya juga berfikir bahwa yang mereka lakukan bukanlah bakti sosial,
akan tetapi lebih tepatnya bantuan sosial.
Mereka hanya member barang untuk kehidupan sehari-hari.
Bukan itu yang masyarakat butuhkan. Menurut saya, masyarakat butuh perubahan serta kawalan dari mahasiswa untuk kehidupan mereka selanjutnya.
Dari
sedikit uraian diatas, terkadang saya berfikir,
apakah ini semua telah mencerminkan dari Tri Dharma PerguruanTinggi?. Jawabannya adalah TIDAK.
Tak satupun kegiatan di kampus UM yang mencerminkan Tri Dharma
PT. Tri Dharma PT sudah tidak berlaku lagi di kampus yang katanya favorit ini.
Sampai kapan UM akan terbelenggu dalam situasi yang seperti ini. Bukankah sudah tugas kita semua untuk menyelesaikan masalah yang kronis ini. Saya piker tidak hanya mahasiswa saja yang harus bertanggung jawab, tapi semua civitas akademika harus bertanggung jawab. Tidak akan tercipta dinamika yang bagus dan gerakan massif bagi sebuah kampus tanpa adanya kesadaran bagi semua civitas akademika terkait.
Oleh: Mohammad AinunNajib
0 Komentar