ALBIRUNI.OR.ID - PMII ada, hidup, dan menjadi bagian dalam entitas masyarakat.
Artinya, eksistensi PMII tidak dipungkiri lagi berada di tengah-tengah
masyarakat. Ini erat kaitannya dengan nilai dan identitas yang diusung
oleh PMII. Bagi saya, PMII dibentuk oleh dua komponen utama dengan dua
sifat yang khas sebagai nilai serta identitas diri. Kesemuanya itu
seharusnya begitu memberikan penjelasan kepada kita, mengenai esensi
organisasi pergerakan di tengah pergolakan sosial masyarakat.
Komponen
itu merupakan ”Mahasiswa” dan ”Pergerakan”. Mahasiswa sebagai pelaku,
penggerak, pejuang, dan sumber energi. Sedang pergerakan adalah ekspresi
bagi dinamika warganya, baik dinamika intelektual, dinamika dialektika,
maupun dinamika sosial masyarakat di sekitarnya. Pergerakan sebagai
representasi semangat organisasi dalam menunjukkan tanda bakti kepada
negeri. Aktivitas pergerakan ini dapat dilakukan dengan media Empat
Pergerakan Mahasiswa: Membaca, Diskusi, Menulis, dan Turun ke Jalan.
Tanpa pergerakan, bukan hanya menandai matinya dinamika organisasi, juga
sebagai bukti tumpulnya kepekaan warga pergerakan terhadap
fenomena-fenomena sosial di tengah-tengah masyarakat.
Pergerakan yang diperjuangankan oleh warga PMII
bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat. Sesuai dengan bunyi tujuan
PMII yang termaktub dalam pasal 4 AD/ART PMII, ”Terbentuknya pribadi
muslim Indonesia yang bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, berilmu,
cakap, bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya, serta komitmen
memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia”. Sekali lagi, dalam
konteks pergerakan, tujuan PMII adalah memperjuangkan cita-cita
kemerdekaan Indonesia. Lalu apa cita-cita kemerdekaan Indonesia yang
diperjuangkan oleh tidak hanya PMII, tapi semua pewaris kemerdekaan RI?
Yaitu pada intinya menciptakan tatanan masyarakat Indonesia yang
sejahtera, adil, dan makmur. Ini adalah kata kuncinya. Tujuan pergerakan
ini sesungguhnya bentuk yang paling konkret dari nasionalisme atau
keindonesiaan yang menjadi ciri khas warga PMII.
Tujuan pergerakan
juga diperkuat oleh sebuah landasan yang secara bersama-sama disepakati
sebagai nilai dasar dalam bergerak yang dibakukan. Landasan tersebut
ialah Nilai Dasar Pergerakan (NDP) yang berfungsi sebagai dasar
berpijak, dasar berpikir, dan sebagai sumber motivasi. Salah satu poin
dalan NDP yang sesuai dengan konteks perbincangan ini adalah hubungan
manusia dengan manusia lainnya. Salah satu bentuk sederhananya adalah
PMII terlibat aktif atau bahkan memprakarsai proses advokasi yang
menyangkut kepentingan masyarakat umum. Secara sangat jelas, PMII
sesungguhnya sebuah organisasi yang berlandaskan nilai sosialisme.
Permasalahannya adalah sampai dimana implementasinya masih susah untuk
saya (di) ukur. Artinya adalah, kesejahteraan, keadilan, dan kemakmuran
masyarakat adalah layak diperjuangkan jika dibenturkan dengan NDP.
Sekali lagi ingat, PMII ada, hidup, dan menjadi bagian dari entitas
masyarakat.
Berdasarkan poin-poin di atas, dapatlah saya
bandingkan pergerakan yang idealnya diusung PMII dengan pergerakan paham
Teologi Pembebasan. Dimana sesungguhnya paham ini berdekatan juga
dengan paham Marxisme. Teologi pembebasan, sejauh yang saya pahami,
merupakan suatu gerakan yang berusaha membebaskan rakyat dari
ketidakadilan dan ketidaksejahteraan berdasarkan panggilan rohani yang
sifatnya mendalam. Sementara itu, Marxisme memiliki gerakan yang serupa.
Soal isu pendepakan nilai agama dalam paham Marxisme masih memerlukan
kajian yang lebih dalam. Beberapa penganut Marxisme justru menganggap
agama adalah sebuah motivasi yang menjadi semangat dalam bergerak
melakukan perlawanan.
Dua paham tersebut –Teologi Pembebasan dan
Marxisme, sama-sama memperjuangakan ketidakadilan rakyat. Atas dasar
persamaan nilai dan motivasi, marilah kita lebih melihat Teologi
Pembebasan sebagai perbandingan dari PMII dengan Nilai Dasar Pergerakan
yang dimilikinya. Teologi pembebasan banyak dilakukan oleh pemuka-pemuka
agama, khusunya dari kalangan Kristen. Ini berkaitan erat dengan tempat
lahir paham ini adalah negara-negara berpenduduk mayoritas Kristen.
Akan tetapi, bukan berarti paham ini hanya monopoli Kristen. Paham ini
dapat diterapkan sesuai dengan konteks lingkungannya, seperti nilai
agama dan budaya yang berkembang. Motivasi pergerakan Teologi Pembebasan
selain agama, juga kesadaran akan hak-hak untuk dapat hidup sejahtera
dan adil. Pergerakan yang dilakukan berdasarkan panggilan rohani yang
mendalam, berdasarakan seruan dari Tuhan dari segala manusia beragama.
Hal
ini tidak jauh berbeda dengan PMII. Tujuan pergerakannya jelas mendapat
dukungan dari NDP yang berasaskan nilai ketuhanan dan kemanusiaan. Dua
asas ini secara bersama-sama mendasari pergerakan PMII dalam mencapai
tujuannya. Dimana Allah SWT dalam syariat Islam tidak menghendaki adanya
penindasan dan ketidakadilan dilakukan oleh manusia kepada manusia
lainnya. Seruan untuk saling membantu bahu-membahu satu sama lainnya.
Pada poin inilah, kedua asas ini berjalan. Motivasi yang berasal dari
nilai-nilai keagamaan dan kemanusiaan mendasari pergerakan PMII dalam
mencapai tujuannya, terutama dalam mewujudkan kesejahteraan, keadilan,
dan kemakmuran masyarakat Indonesia. Sisi inilah yang sesungguhnya dapat
disandingkan dengan Teologi Pembebasan. Sekaligus sebagai bentuk
tertinggi dari nilai keIndonesiaan dan atau nasionalisme dalam PMII.
Kesimpulan
saya adalah mahasiwa sebagai pejuang, penggerak, sekaligus sebagai
warga pergerakan haruslah mampu dan berani dalam menyuarakan kepentingan
masyarakat sebagai bentuk sensitivitas dan keprihatinan terhadap
kondisi sosial masyarakat, khususnya yang ada di lingkungannya. Hal yang
sekali lagi penting untuk diingat adalah eksistensi PMII sebagai
organisasi pergerakan juga tergantung kepada eksistensi masyarakat.
Sebagai organisasi pergerakan yang memiliki tujuan dan fondasi yang
jelas, warga PMII haruslah selalu menjaga dinamika organisasi sesuai
dengan Tri Motto, Tri Khidmat, dan Tri Komitmen PMII.
Oleh: Ahlam Aliatul Rahma (Warga PMII Rayon Al-Biruni - FIS UM)
Oleh: Ahlam Aliatul Rahma (Warga PMII Rayon Al-Biruni - FIS UM)
0 Komentar