About Me

header ads

SIGNIFIKANSI KESADARAN SEJARAH

    

SIGNIFIKANSI KESADARAN SEJARAH

                                                       Sumber ilustrasi: cnnindonesia.com

Oleh: Guntur Adi Putra*

    Jastifikasi sejarah dalam perjalanan suatu bangsa dengan sendirinya akan membentuk karakter dan kepribadian yang sesuai dengan jiwa zaman. Barangkali sejak kita berada di bangku SD pelajaran sejarah adalah mata pelajaran yang membosankan, pada masa itu kita akan bertanya, mengapa kita belajar sejarah? Mengapa kita harus mempelajari masa lalu? Bahkan sampai pernyataan ekstrim yaitu apa gunanya kita belajar sejarah? masa lampau yang sudah lewat tidak perlu diteliti atau dipelajari (Saiman, 2011:75).

Menjadi pengajar sejarah bukan mereka yang hanya mengajarkan “masa lalu” kepada peserta didik. Namun bagi saya, seorang pengajar, guru atau dosen sejarah adalah mereka yang mampu memaknai sebuah peristiwa penting pada masa lampau sebagai sebuah ajaran bermakna dan berguna bagi kehidupan kini dan nanti. Seperti pepatah mengatakan, “pengalaman adalah guru terbaik dalam kehidupan”, maka tidaklah berlebihan jika saya mengatakan bahwa pengajar sejarah ialah seorang “guru” dari guru kehidupan, sebab dari sejarahlah pengalaman dapat diketahui dan bereksistensi.

Pembelajaran sejarah tidak semata-mata membatasi kita dalam rangkaian “rekonstruksi” yang sifatnya kronologis, sinkronik serta berkausalitas dalam ruang dan waktu di masa lampau. Hal tersebut merupakan pemikiran klasik yang mendoktrin sejarah sebagai sebuah pembelajaran “masa lalu”, sehingga terkadang muncul pertanyaan dibenak orang-orang awam, seperti “untuk apa belajar masa lalu?”. Pertanyaan demikian seakan menyudutkan sejarah sebagai salah satu disiplin ilmu yang telah memberikan sumbangsih penting dalam kehidupan ini.

Tidak mungkin kita abaikan titah seorang sejarawan dan pengamat budaya tersohor seperti Kuntowijoyo, yang mengatakan “... bersama sejarah, kita belajar jatuh cinta,” (Kuntowijoyo, 2013:25). Jika kita pikir, benarlah tidak mungkin dalam dunia ini kita dapat hidup tanpa dan berhenti untuk selalu belajar mencintai. 

Dengan mencintai, kedamaian akan tercipta secara lahir maupun batin. Lantas demikian, dapatkah kita maknai pendapat Kuntowijoyo serta kenyataan diatas sebagai sebuah bukti bahwa sejatinya sejarah begitu relevan dan selalu mendasari nilai-nilai hidup kita hingga saat ini? Kemudian, bagaimanakah seorang pengajar sejarah atau sejarawan dapat membuktikan esensi mereka sebagai “guru terbaik” dalam kehidupan?

Untuk menjadi seorang pengajar sejarah, maka menurut saya wajib hukumnya kita harus belajar dan memiliki nilai kesadaran sejarah (historical awarness). Kesadaran sejarah adalah kemampuan atau pola pikir yang memungkinkan individu untuk mampu menganalisis nilai kehidupan saat ini sebagai sebuah hasil dari proses masa lampau. 

Dalam konteks individual, seseorang tidak dapat hidup tanpa kesadaran akan masa lampaunya. Contohnya, kita tidak dapat menghapuskan takdir bahwa kita telah terlahir sebagai seorang anak dari ibu dan ayah A atau B yang memiliki darah keturunan dari suku tertentu.

Sebagai individu, kita menuliskan pengalaman dalam cara-cara berbeda, yang lantas menegaskan kepribadian atau identitas kita sebagai sebuah petunjuk atas potensi yang dimiliki (Tosh, 2002:1). Dengan kesadaran sejarah, kita dapat melihat dan menggambarkan suasana dalam rangkaian pengalaman atau peristiwa di masa lampau dengan penafsiran yang sepatutnya. Kemampuan untuk menganalisis kesadaran sejarah dalam konteks menafsirkan rangkaian pengalaman dan peristiwa diatas disebut juga dengan jiwa zaman.

Kita dapat menganalisis nilai-nilai positif kehidupan melalui pengalaman yang didasari oleh kesadaran sejarah. Lantas bagaimana korelasi antara pentingnya kesadaran sejarah terhadap proses pembelajaran sejarah? Seperti yang sudah saya katakan diatas, wajib hukumnya bagi pengajar sejarah untuk memiliki kesadaran sejarah. Kewajiban itu tentu saja disebabkan karena sejarah  tidak dapat menunjukkan esensinya sebagai sebuah disiplin ilmu, tanpa didasari oleh adanya pola pikir atau semangat keilmuan yang diwujudkan dalam kesadaran sejarah oleh para pengajarnya.

Bagaimana mungkin saya katakan bahwa sejarah sebagai ilmu telah kehilangan esensinya, tanpa bukti dan pengalaman yang jelas-jelas menunjukkan masih banyak opini awam yang mengganggap sebelah mata pembelajaran sejarah. Munculnya opini atau anggapan remeh orang-orang terhadap pembelajaran sejarah, sebernarnya bukan semata-mata karena mereka tidak menyukai sejarah sebagai ilmu. 

Namun bagi saya, anggapan mereka lahir dari kegagalan pengajar dalam menjelaskan makna penting dalam pembelajaran sejarah itu sendiri. Dalam konteks ini, berdasarkan pengalaman saya, guru-guru sejarah lebih terfokus untuk mengajarkan materi-materi pokok kesejarahan tanpa menimbang atau bahkan menjelaskan keterkaitan dan pentingnya kedudukan sejarah dalam proses pembelajaran masa kini.

Terkadang para akademisi dalam bidang sejarah cenderung masih mengadopsi pola pembelajaran demikian, sehingga pembelajaran terksesan begitu membosankan dan terfokus mati dalam konteks materi-materi pokok. Meskipun demikian, seiring perkembangan zaman,  sesuatu yang perlu diapresiasi adalah adanya upaya untuk menumbuhkan minat belajar terhadap pembelajaran sejarah, sebagai contoh adanya penggunaan teknologi atau media belajar inovatif dan interaktif yang kehadirannya diharapkan berhasil mewujudkan upaya tersebut. 

Namun sayangnya, bagi saya pemanfaatan teknologi saja belum bisa secara optimal untuk mampu mendokrak minat belajar peserta didik pada pembelajaran sejarah secara terus-menerus, sebab benda mati seperti teknologi pada hakikatnya tidak mampu menggantikan kedudukan manusia sebagai agent of change.

Dengan demikian, maka kembali saya tekankan bahwasannya wajib bagi para pengajar sejarah untuk memahami konsep kesadaran sejarah sebagai landasan utama dalam proses pengajaran. Hal tersebut dimaksudkan agar sejarah tidak kehilangan esensinya sebagai sebuah disiplin ilmu yang serta merta sangat berharga bagi tiap individual. 

Selain itu, kesadaran sejarah juga diharapkan dapat selalu mendasari pola pikir dan semangat para pengajar sejarah, sehingga mampu membuktikan mereka sebagai “guru terbaik” yang tentu saja dapat menghantarkan peserta didik untuk meraih hal-hal terbaik pula dalam hidup mereka.

 *Penulis: Kadiv Eksternal PMII Rayon Al Biruni 2021-2022


DAFTAR RUJUKAN

Kuntowijoyo. 2013. Pengantar Ilmu Sejarah. London: Tiara Wacana.

Saiman, M. 2011. Inovasi metode pembelajaran sejarah. Jurnal Ilmu-Ilmu Sejarah, Budaya Dan Sosial, 2(3), 73–85.

Tosh, J. 2002. The Pursuit Of History. London: Pearson Education.

 

Posting Komentar

0 Komentar