Albiruni.or.id
– refleksi diri
merupakan suatu hal yang penting, tanpa adanya refleksi segala bentuk gerakan
akan stagnan tanpa ada inovasi dan perbaikan. Menanggpi hal itu, dalam acara
harlah biruni yang ke 13 diadakan serangkaian acara untuk memetakan arah gerak PMII
terutama rayon al biruni kedepannya.
Bagaikan bayi yang baru belajar berjalan, rayon al biruni – berdiri
tahun 2010 – sudah sewajarnya banyak
menuai koreksi dan kritikan baik dari para anggota, pengurus maupun dari para
senior terutama mengenai arah gerak dan pola kaderisasi dari tahun ke tahun.
Kaderisasi merupakan hal yang penting bagi organisasi-organisasi
ekstra kampus seperti PMII, bahkan ada yang sempat bilang “ajining PMII
lantaran songko kaderisasi”. Dengan demikian pengkaderan merupakan hal yang
krusial sebagai wujud regenerasi untuk menunjukkan eksistensi tersebut.
Namun sudah relevankah arah gerak dan pengkaderan PMII rayon
al biruni dari tahun ke tahun? Jika kita berkaca pada sejarah, arah gerak rayon
al biruni tidak jauh beda dengan awal berdirinya PMII pada tahun 1960 yaitu
untuk politik praktis.
Selayaknya miniatur partai politik, kebanyakan fokus utama
dari ruang gerak PMII terutama rayon al biruni adalah penguasaan basis-basis
intra. Sehingga muncul persepsi bahwa “jika tidak masuk intra, kaderisasi akan
mati”.
Mungkin persepsi tersebut tidak sepenuhnya salah dan juga
tidak sepenuhnya benar. Mengapa? Karena strategi utama kaderisasi adalah value
yang kita tawarkan dari organisasi kita. Orang akan mau bergabung, jika
organisasi itu akan menguntungkan dirinya.
Penguasaan basis intra memang perlu, namun hal paling krusial
yang harus dimiliki kader saat ini adalah bekal akademik dan softskill lainnya.
Karena tujuan PMII “berkomitmen memperjuangkan kemerdekaan indonesia” tidak
akan tercapai tanpa adanya softskill dan bekal akademis yang mumpuni.
Dikutip dari NU Online, bahkan Gus Dur pernah berpesan pada
PMII, “PMII sudah tidak selayaknya selalu memikirkan masalah-masalah global
yang terlalu makro. Bahkan telah saatnya meninggalkan cara-cara kerja seperti
partai politik”.
Hal ini juga diperparah dengan masalah-masalah seperti budaya
molor dalam rapat dan acara, pengadministrasian belum sempurna, serta kesolidan
antara anggota yang kurang. Lalu apa yang harus dilakukan oleh PMII rayon al
biruni kedepannya?
Melakukan
targeting yang tepat
Targeting merupakan hal yang sangat krusial dilakukan,
apalagi menjelang pemira. Targerting yang salah akan berdampak besar dalam arah
gerak rayon kedepannya. Persepsi bahwa “intra adalah segalanya” haruslah
dihilangkan. Sehingga jika tidak memunkinkan untuk berkipah di intra tidak
perlu memaksakan diri, karena tujuan utama PMII bukanlah politik praktis.
Menurut pandangan Prof. Dr Kuntowijoyo, dalam bukunya Muslim
tanpa masjid, peta gerakan islam setelah tahun 90 an – tepatnya setelah
pendirian ICMI – mengalami perubahan yang cukup signifikan.
Gerakan islam yang semula ditekankan pada pengerahan basis
masa untuk keperluan politik berubah menjadi kearah akademis dengan
mengedepankan riset dan teknologi. Sehingga politik praktis bukan satu-satunya jalan
terbaik dalam menanggapi kebutuhan umat islam pada masa sekarang ini.
Rekonstruksi
gerakan dalam tubuh organisasi
Rekonstruksi atau membangun kembali gerakan dalam PMII perlu
dilakukan. Budaya molor dalam setiap rapat dan acara perlulah dihilangkan. Karena
hal ini sudah bertentangan dengan tri Khidmad yang mestinya diterapkan oleh
semua kader. Selain itu, perlu dilakukan penataan ulang administrasi, seperti
pembuatan sertifikat Mapaba/PKD, KTA, dan data base haruslah diperjelas lagi.
Satu hal lain yang tidak kalah penting untuk dilakukan adalah penggencaran terkait RTL, penjiwaan kader terhadap organisasi tergantung cara penyampaian materi dan tindak lanjut dari kaderisasi tersebut. Bagaimana akan terwujud rasa kepemilikan jika penjiwaan terhadap organisasi saja ada yang kurang?
Penulis: Suara Orang Biasa
0 Komentar